PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
1.1
Latar Belakang Masalah
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila
memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia
di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan berbangsa, serta
sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari. Pancasila
lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD
1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun
1968 adalah Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila
itu ialah, Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat
dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari
guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara
intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang
Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui
oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan
menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan
proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga
baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
dan negara Indonesia.
1.2 Topik Bahasan
Masalah yang nantinya akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.2.1
Pengertian Filsafat,
1.2.2
Manfaat Mempelajari
Filsafat,
1.2.3
Pengertian Filsafat
Pancasila,
1.2.4
Pancasila Sebagai Sistem
Filsafat.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian tentang Filsafat.
2. Mengetahui manfaat dalam mempelajari
Filsafat.
3. Mengetahui pengertian tentang Filsafat
Pancasila.
4. Mengetahui Pancasila sebagai sitem
Filsafat.
5.
Bagi dosen, sebagai tolak ukur atau penilaian terhadap
mahasiswa dalam memahami Pancasila sebagai sistem filsafat.
6.
Bagi penulis, sebagai sarana yang bermanfaat untuk memperoleh
keterampilan dalam melakukan penulisan dan perbendaharaan
pengetahuan tentang pancasila sebagai sistem
filsafat.
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN FILSAFAT
Pengertian menurut
arti katanya, kata filsafat dalam Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani “Philosophia” terdiri dari kata Phile artinya Cinta dan Sophia artinya Kebijaksanaan. Filsafat
berarti Cinta Kebijaksanaan, cinta artinya hasrat yang besar atau yang
berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya Kebenaran
sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan
yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati.
Ø Pengertian Filsafat Menurut Tokoh-Tokoh Filsafat
1.
Socrates (469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk
peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap
azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahagia. Berdasarkan pemikiran tersebut
dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika
mereka mampu dan mau melakukan peninjauan
diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif.
2.
Plato (472-347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang
kebenaran (vision of truth). Dalam
pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai
ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato, filsafat
merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat
Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
Ø Ada dua cakupan dari pengertian filsafat, yaitu:
1.
Filsafat sebagai
Produk mencakup:
-
Filsafat sebagai jenis
Pengetahuan, ilmu, konsep-konsep, pemikiran-pemikiran (rasionalisme,
materialisme, pragmatisme)
-
Filsafat sebagai suatu
jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas
berfilsafat. Manusia mencari suatu kebenaran yang
timbul dari suatu persoalan yang bersumber pada akal manusia.
2.
Filsafat sebagai suatu
Proses mencakup:
-
Filsafat sebagai suatu
proses, dalam hal ini filsafat diartikan dalam bentuk suatu aktivitas berfilsafat dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan menggunakan suatu cara dan metode
tertentu yang sesuai dengan objeknya.
Filsafat secara umum dapat diberi pengertian
sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh
kebenaran hakiki, karena filsafat telah mengalami
perkembangan yang cukup lama tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya
ruang, waktu, keadaan dan orangnya. Itulah sebabnya maka timbul berbagai
pendapat mengenai pengertian filsafat yang
mempunyai kekhususannya masing-masing, antara lain:
·
Berfilsafat Rationalisme mengagungkan
akal
· Berfilsafat Materialisme mengagungkan materi
· Berfilsafat Individualisme mengagungkan individualitas
· Berfilsafat Hedonisme mengagungkan kesenangan
2.2
MANFAAT MEMPELAJARI FILSAFAT
1.
Memperoleh kebenaran yang hakiki,
2.
Melatih kemampuan
berfikir logis,
3.
Melatih berpikir dan
bertindak bijaksana,
4.
Melatih berpikir
rasional dan komprehensif,
5.
Menyeimbangkan antara
pertimbangan dan tindakan sehingga diperoleh keselarasan hidup,
6.
Menghasilkan tindakan yang bijaksana.
2.3
PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang
dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila. Filsafat
Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan
rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa,
dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar dan
menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila
merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the
faounding father kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani). Filsafat Pancasila
memberi pengetahuan dan pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasila (Notonagoro).
2.4
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
Ø Pengertian “Sistem”
“Sistem” memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Suatu kesatuan bagian-bagian/unsur/elemen/komponen,
2)
Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri,
3)
Saling berhubungan dan saling ketergantungan,
4)
Keseluruhannya dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan sistem),
5)
Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore & Voich, 1974).
Ø
Pancasila sebagai
suatu “SISTEM”:
-
Pancasila merupakan kesatuan bagian-bagian (yaitu sila-sila pancasila),
-
Tiap sila pancasila mempunyai fungsi sendiri-sendiri,
-
Tiap sila pancasila tidak dapat berdiri sendiri dan tidak saling bertentangan,
-
Keseluruhan sila pancasila merupakan suatu kesatuan yang sistematis (majemuk
tunggal).
Ø
Ciri sistem Filsafat
Pancasila itu antara lain:
1.
Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh.
Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila
lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
2.
Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat
digambarkan sebagai berikut:
·
Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
·
Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai
sila 3, 4 dan 5;
·
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai
sila 4, 5;
·
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai
sila 5;
·
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
Ø
Inti sila-sila
Pancasila meliputi:
§ Tuhan, yaitu sebagai kausa prima.
§ Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial.
§ Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri.
§ Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan
gotong
Royong.
§
Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi
haknya.
Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran
Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi
manusia pada umumnya. Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Ketiga
bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.
1.
Landasan Ontologis
Pancasila
Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang menyelidiki hakikat sesuatu atau tentang
ada, keberadaan atau eksistensi
dan disamakan artinya dengan
metafisika. Masalah ontologis antara lain: Apakah hakikat sesuatu itu? Apakah
realitas yang tampak ini merupakan suatu realitas sebagai wujudnya, yaitu benda? Apakah ada suatu
rahasia di balik realitas itu, sebagaimana yang tampak pada makhluk hidup? dan seterusnya.
Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan)
manusia, benda, alam semesta (kosmologi), metafisika. Secara ontologis,
penyelidikan Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Pancasila yang terdiri atas
lima sila, setiap sila bukanlah merupakan asas yang berdiri sendiri, malainkan
memiliki satu kesatuan dasar ontologis.
Subyek
pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia. Hal tersebut dapat
dijelaskan bahwa yang berketuhan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang bersatu, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial, yang pada
hakikatnya adalah manusia. Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila
Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas
susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Maka secara hirarkis sila pertama mendasari dan
menjiwai sila-sila Pancasila lainnya (Notonagoro, 1975: 53).
2.
Landasan Epistemologis
Pancasila
Epistemologi adalah cabang filsafat
yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu
pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat
terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi adalah ilmu tentang teori terjadinya ilmu atau science
of science. Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar
dalam epistemologi, yaitu:
1.
Tentang sumber pengetahuan manusia;
2.
Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3.
Tentang watak pengetahuan manusia.
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai
upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila
sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini
berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita,
menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur
rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan
dengan dasar ontologisnya, sehingga dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan
konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek
pengetahuan pada hakikatnya meliputi
masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.
-
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami
bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai
tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.
-
Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan, maka
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila
Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan
sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal.
Sifat hirarkis dan bentuk piramidal itu nampak dalam susunan Pancasila, dimana
sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya, sila kedua didasari sila pertama
dan mendasari serta menjiwai sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga
didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila
keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan
ketiga, serta mendasari dan menjiwai sila kelima, sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama,
kedua, ketiga dan keempat. Dengan demikian susunan Pancasila memiliki sistem
logis baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya.
Susunan isi
arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1.
Isi arti Pancasila yang Umum Universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila
yang merupakan intisari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam
pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam
realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan yang konkrit.
2.
Isi arti Pancasila yang Umum Kolektif,
yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia
terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3.
Isi arti Pancasila yang bersifat Khusus dan Konkrit, yaitu isi arti
Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga
memiliki sifat khusus konkrit serta dinamis (Notonagoro, 1975: 36-40)
Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu
hakikat manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga
dan jiwa. Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal. Hakikat jiwa memiliki unsur akal, rasa, kehendak yang merupakan potensi sebagai
sumber daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan
pemikiran memoris, reseptif, kritis
dan kreatif.
Selain itu, potensi atau daya
tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan menstranformasikan pengetahuan dalam demontrasi,
imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham. Dasar-dasar rasional
logis Pancasila menyangkut kualitas maupun kuantitasnya, juga menyangkut isi
arti Pancasila tersebut.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran
pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikat kedudukan dan kodratnya adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila,
epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal
ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan demikian kebenaran dan
pengetahuan manusia merupakan suatu sintesa yang harmonis antara
potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk
mendapatkan kebenaran yang tinggi.
Selanjutnya dalam sila
ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran
konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada
pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat
manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang
mutlak dalam hidup manusia.
3.
Landasan Aksiologis
Pancasila
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat
nilai Pancasila. Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani axios yang
artinya nilai, manfaat, dan logos yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
Aksiologi adalah teori nilai,
yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik. Bidang yang diselidiki
adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan metafisika suatu nilai. Nilai
(value dalam bahasa Inggris) berasal dari kata Latin valere yang artinya kuat, baik,
berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak yang
dapat diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan” (goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna, nilai juga
mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan, nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada
pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology a related
science), nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek. Ada berbagai
macam teori tentang nilai yaitu:
·
Max Scheler mengemukakan bahwa nilai ada tingkatannya dan dapat dikelompokkan menjadi empat tingkatan,
yaitu:
1)
Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkat ini terdapat nilai yang mengenakkan
dan nilai yang tidak mengenakkan, yang menyebabkan orang senang atau menderita.
2)
Nilai-nilai kehidupan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai yang penting
dalam kehidupan seperti kesejahteraan, keadilan, dan kesegaran.
3)
Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige
werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun
lingkungan. Nilai-nilai semacam ini misalnya, keindahan, kebenaran, dan
pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4)
Nilai-nilai kerohanian: dalam tingkat ini terdapat moralitas nilai yang
suci dan tidak suci. Nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai
pribadi (Driyarkara, 1978).
·
Walter G. Everet menggolongkan nilai-nilai manusia ke dalam delapan kelompok yaitu:
1)
Nilai-nilai ekonomis: ditunjukkan oleh harga pasar dan meliputi semua
benda yang dapat dibeli.
2)
Nilai-nilai kejasmanian: membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan
dari kehidupan badan.
3)
Nilai-nilai hiburan: nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat
menyumbangkan pada pengayaan kehidupan.
4)
Nilai-nilai sosial: bermula dari berbagai bentuk perserikatan manusia.
5)
Nilai-nilai watak: keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang
diinginkan.
6)
Nilai-nilai estetis: nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni.
7)
Nilai-nilai intelektual: nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran.
8)
Nilai-nilai keagamaan.
·
Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam yaitu:
1)
Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.
2)
Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
melaksanakana kegiatan atau aktivitas.
3)
Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani yang dapat
dibedakan menjadi empat macam:
a.
Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (rasio, budi, cipta) manusia.
b.
Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada unsur perasaan manusia.
c.
Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
d.
Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak.
Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Dalam filsafat Pancasila, disebutkan
ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai
praktis.
1. Nilai dasar adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang
bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan
lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
2. Nilai instrumental adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum
yang selanjutnya akan terkristalisasi
dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
3. Nilai praktis adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.
Nila-nilai dalam Pancasila termasuk
nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang mendasari nilai
intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Secara aksiologis, bangsa Indonesia
merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila),
yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan
berkeadilan sosial. Pengakuan,
penerimaan dan penghargaan atas nilai-nilai Pancasila itu nampak dalam sikap,
tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia sehingga mencerminkan sifat khas sebagai Manusia
Indonesia.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Berfilsafat adalah berpikir secara
mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu
kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama antara sila
yang satu dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh yang mempunyai beberapa inti sila, nilai dan landasan yang
mendasar.
SARAN
Dalam makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca agar
ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana kita mempelajari tentang filsafat,
filsafat pancasila, dan pancasila sebagai sistem filsafat. Semoga dengan makalah
ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmodiharjo, Darji. 1978. Pokok-pokok
Filsafat Hukum, Jakarta: PT. Gramedia.
Driyarkara, SJN., 1978, Percikan
Filsafat, Jakarta: PT. Pembangunan.
Frondizi, Risieri. 1963. What Is
Value?. New York: Open Court
Publising Company.
K.Wantjik, Saleh. 1978. Kitab Kumpulan
Peraturan Perundang RI, Jakarta: PT. Gramedia.
Kaelan. 2002. Filsafat Pancasila
Pandangan Hidup Bangsa. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan. 2002. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:
Paradigma.
Kartohadiprojo, Soediman. 1970. Beberapa
Pikiran Sekitar Pancasila, Bandung. Alumni.
Kodhi, S.A., dan Soejadi, R. 1994. Filsafat,
Ideologi,dan Wawasan Bangsa Indonesia.
Nasution, Harun. 1970. Filsafat
Agama. Jakarta: Bulan Bintang 137.
Notonagoro. 1974. Pancasila Dasar
Filsafat Negara. Jakarta: Cetakan Ke-4, Pantjuran
Notonagoro. 1975. Pancasila Dasar
Filsafat Negara RI I.II.III Pancasila dan
Pelaksanaannya dalam Masyarakat Kita Dewasa Ini.
Poespowardoyo, Soenaryo. 1989. Filsafat
Pancasila. Jakarta: Gramedia
Sumargono, Suyono, Tanpa Tahun. Ideologi
Pancasila sebagai penjelmaan Filsafat . Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma
Jaya.
seiko titanium - TITanium Art
BalasHapus› › Art › titanium metal › Art titanium helix earrings › titanium spork TITanium · Translate this page Translate this page SEGA MEGA MEGA titanium pickaxe terraria MEGA MEGA DRIVE 3-In-1 - SEGA MEGA DRIVE 3-In-1 - SEGA MEGA DRIVE - 1.94 x 6 Inches Rating: 4.5 2,077 reviews 출장마사지 $29.95 In stock