FILSAFAT ILMU "STRUKTUR ILMU PENGETAHUAN"




FILSAFAT ILMU
STRUKTUR ILMU PENGETAHUAN 


BAB I
PENDAHULUAN
 A.  LATAR  BELAKANG
Manusia telah mampu mewujudkan prestasi ilmiahnya secara teori dan praktik di abad ke-20 ini, yang 10% atau bahkan 0,1% dari prestasi-prestasi ilmiah itu belum mampu di wujudkan pada abad-abad sebelumnya (Yusuf Qardhawi, 2001: 20) dalam buku “filsafat ilmu pengetahuan, Jalaluddin”. Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Berbedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan antara jenis pengetahuan yang satu dengan yang lainnya.
Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama yakni, Pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu  kesimpulan yang berupa pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan melalui suatu cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikannya dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih (yang benar)”.
Pengetahuan banyak jenisnya, salah satunya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang objek telaahnya adalah dunia empiris dan proses pendapatkan pengetahuannya sangat ketat yaitu menggunakan metode ilmiah. Ilmu menggabungkan logika deduktif dan induktif, dan penentu kebenaran ilmu tersebut adalah dunia empiris yang merupakan sumber dari ilmu itu sendiri.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah ilmu pengetahuan?
2.      Apakah struktur ilmu pengetahuan itu ?
3.      Apa sajakah pembagian jenis ilmu pengetahuan ?
4.      Dimana batas-batas pengkajian ilmu pengetahuan ?
C.    TUJUAN
1.      Mengetahui ilmu pengetahuan
2.      Mengetahui struktur ilmu pengetahuan
3.      Mengetahui pembagian jenis ilmu pengetahuan
4.      Mengetahui batas-batas pengkajian ilmu pengetahuan

 
BAB II
PEMBAHASAN
 1.    Ilmu Pengetahuan
a.    Hakikat ilmu pengetahuan
Istilah Ilmu pengetahuan di ambil dari bahasa arab; “alima, ya’lamu, ‘ilman” yang berarti mengerti atau memahami benar-benar. Dalam bahasa inggris istilah ilmu berasal dari kata science, yang berasal dari bahasa latin scienta dari bentuk kata kerja scire, yang berarti mempelajari dan mengetahui (susanto, 2011:76).
Menurut sumarna (2006: 153), dalam susanto:  ilmu di hasilkan dari pengetahuan ilmiah, yang berangkat dari perpaduan proses berpikir dedektif (rasional) dan induktif (empiris). Jadi proses berpikir inilah yang membedakan ilmu dan pengetahuan.
Adapun pengertian pengetahuan itu sendiri, seperti yang di kemukakan surajiyo (2007:62) dalam susanto, adalah hasil tahu manusia terhadap susuatu dan segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinnya. Namun, manusia tidak dapat menuntut bahwa memperoleh sesuatu itu berarti sudah jelas kebenarannya, karena boleh jadi hanya kebetulan benar saja.
Secara khusus, suparlan suhartono (2006: 84), mengemukakan tentang perbedaan makna antara ilmu dan pengetahuan. Dengan mengambil rujukan dari Webster’s Dictionary, suparlan menjelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah suatu yang menjelaskan tentang adanya suatu hal yang diperoleh secara biasa atau sehari-hari melalui pengalaman-pengalaman, kesadaran, informasi dan sebagainnya, sedangkan ilmu (science) didalamnya terkandung adanya pengetahuan yang pasti, lebih praktis, sistematis, metodis, ilmiah dan mencakup kebenaran umum mengenai objek studi yang lebih bersifat fisis (natural).

b.    Persyaratan ilmu pengetahuan
C.A Qadir (2002:20) dalam susanto memberikan 3 hal pokok yang menjadi persyaratan ilmu pengetahuan yaitu:
1. Pengakuan atas kenyataan bahwa setiap manusia, terlepas dari kasta, kepercayaan, jenis kelamin atau usia, mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat atau dipersoalkan lagi untuk mencari ilmu
2. Metode ilmiah itu tidak hanya pengalaman atau eksperimentasi, tetapi juga teori dan sistematisasi . ilmu pengetahuan mengamati faktor-faktor, mengklasifikasikannya, menuju hubungan-hubungannya, dan menggunakan sebagai dasar untuk menyususn teori.
3. Semua orang harus mengakui bahwa ilmu pengetahuan berguna dan berarti untuk individu maupun sosial.

Definisi yang diberikan oleh The Liang Gie tentang ilmu adalah rangkaian aktifitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, atau individu untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan atau melakukan penerapan, (The Liang Gie, pengantar filsafat ilmu, Yogyakarta: liberty, 1991:90 )

AKTIFITAS
(sebagai proses)

ILMU
           
               METODE                                                                  PENGETAHUAN
                    (Sebagai Prosedur)                                                           (Sebagai Produk)

Dari bagan diatas, llmu dapat dipahami sebagai proses, prosedur, maupun sebagai produk atau hasil.
  Ø  Sebagai proses, ilmu yang merupakan proses yang terdiri dari kegiatan-kegiatan mendapat pengetahuan, wawasan dan kesimpulan. Sebagai proses, lahirnya ilmu merupakan  hasil capaian dari proses yang panjang, melibatkan tindakan manusia dalam mengamati, mendekati dan memahami objek atau gejala alam maupun sosial.
Ilmu sebagai proses (Aktifitas)
1.      Rasional
Proses pemikiran yang berpegangan pada kaidah-kaidah logika
2.      Kognitif
Proses pengetahuan dan memperoleh pengetahuan
3.      Tehnologis
-          Mencapai kebenaran
-          Memperoleh pemahaman
-          Memberikan penjelasan
-          Melakukan penerapan dengan melalui peramalan atau pengandaian

  Ø  Sebagai Prosedur, ilmu berkaitan dengan penggunaan cara yang ketat yang digunakan agar proses mencari ilmu dapat berjalan dengan baik. Untuk menghasilkan sesuatu yang benar, diperlukan metode atau prosedur yang benar pula. Prosedur membuat kita mengerti bahwa dibutuhkan cara-cara tertentu untuk mendapatkan sesuatu kesimpulan (pengetahuan) yang benar.
Ilmu sebagai Prosedur (Metode)
1.    Pola prosedural
-       Pengamatan
-       Pengukuran
-       Deduksi
-       Analisis
-       Percobaan
-       Survey
-       Induksi
2.    Tata langkah
-       Menentukan masalah
-       Merumuskan hipotesis (bila perlu)
-       Mengumpulkan data
-       Penurunan kesimpulan
-       Pengujian hasil
3.    Berbagai tekhnik
-       Daftar pertanyaan
-       Wawancara
-       Perhitungan
-       Pemanasan
-       lainnya
4.    Aneka alat
-       Timbangan
-       Meteran
-       Perapian
-       Computer
-       Lainnya
   Ø  Sebagai produk atau hasil (Pengetahuan), berarti ilmu merupakan hasil dari proses dan aktivitas mengetahui. Dalam hal ini, ilmu dikenal sebagai suatu hal yang sudah jadi, yang didapat oleh kegiatan mencari pengetahuan atau kegiatan ilmiah. Produk inilah yang biasa akan digunakan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan lebuh lanjut yang berguna secara praktis bagi manusia.

c.    Kehadiran filsafat sebagai ilmu pengetahuan
Sudah dikenali sejak lama bahwa filsafat adalah induk dari segala macam ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ilmu pengetahuan pada mulannya hanya ada satu, yaitu filsafat. Akan tetapi, karena filsafat mempersoalkan kebenaran pengetahuan yang bersifat umum, abstrak dan universal, maka wajarlah filsafat tidak mampu menjawab persoalan hidup yang bersifat konkrit, praktis dan pragmatis (susanto, 2011: 79)

  2.    Sistem, Struktur, dan susunan Ilmu Pengetahuan
Peter R Senn  dalam Ilmu Dalam Perspektif (Jujun Suriasumantri) meskipun tidak secara gamblang ia menyampaikan bahwa ilmu memiliki bangunan struktur Van Peursen menggambarakan lebih tegas bahwa “Ilmu itu bagaikan bangunan yang tersusun dari batu bata. Batu atau unsur dasar tersebut tidak pernah langsung di dapat di alam sekitar. Lewat observasi ilmiah batu-bata sudah dikerjakan sehingga dapat dipakai kemudian digolongkan menurut kelompok tertentu sehingga dapat dipergunakan. Upaya ini tidak dilakukan dengan sewenang wenang, melainkan merupakan hasil petunjuk yang menyertai susunan limas ilmu yang menyeluruh akan makin jelas bahwa teori secara berbeda- beda meresap sampai dasar ilmu (Ahmad Tafsir, 2004:47)
Hidayat Nataatmaja menggambarkan dalam bahasanya sendiri mengenai hal tersebut di atas bahwa “ilmu memiliki struktur dan struktur ilmu itu beberapa lapis. Beliau membagi lapisan ilmu ke dalam 2 golongan/ kategori yaitu lapisan yang bersifat terapan dan lapisan yang bersifat paradigmatic . Kedua kategori memiliki karakter sendiri-sendiri. Lapisan terapan besifat praktikal dan lapisan paradigmatik bersifat asumtif spekulatif (Alex Lanur,1993:73)

Dalam penerapannya, ilmu dapat dibedakan atas berikut di bawah ini:
1.    Ilmu Murni (pure science)
Yang dimaksud dengan Ilmu murni adalah ilmu tersebut hanya murni bermanfaat untuk ilmu itu sendiri dan berorientasi pada teoritisasi, dalam arti ilmu pengetahuan murni tersebut terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak yakni untuk mempertinggi mutunya.

2.    Ilmu Praktis (applied science)
Yang dimaksud dengan ilmu praktis adalah ilmu tersebut praktis langsung dapat diterapkan kepada masyarakat karena ilmu itu sendiri bertujuan untuk mempergunakan hal ikhwal ilmu pengetahuan tersebut dalam masyarakat banyak.
3.    Ilmu Campuran
Yang dimaksud dengan ilmu campuran dalam hal ini adalah sesuatu ilmu yang selain termasuk ilmu murni juga merupakan ilmu terapan yang praktis karena dapat dipergunakan dalam kehidupan masyarakat umum.

Sedangkan dalam fungsi kerjanya (paradigmatic), ilmu juga dapat dibedakan atas berikut ini:
1.    Ilmu teoritis rasional
Ilmu teoritis rasional adalah ilmu yang memakai cara berpikir dengan sangat dominan, deduktif dan mempergunakan silogisme, misalnya dogmatis hukum.
2.    Ilmu empiris praktis
Ilmu empiris praktis adalah ilmu yang cara penganalisaannya induktif saja, misalnya dalam pekerjaan social atau dalam mewujudkan kesejahteraan umum dalam masyarakat.
3.    Ilmu teoritis empiris
Ilmu teoritis empiris adalah ilmu yang memakai cara gabungan berpikir, induktif-deduktif atau sebaliknya deduktif-induktif.

Saat ini tampaknya sebagian besar para pakar membagi ilmu atas ilmu-ilmu eksakta dan ilmu-ilmu hukum yang pada satu titik tertentu sangat sulit dibedakan, namun pada titik yang lain sangat berbeda satu sama lain.
Ilmu-ilmu eksakta kesemuanya mempunyai objek fakta-fakta, dan benda-benda alam serta hukum-hukumnya pasti dan tidak dapat dipengaruhi oleh manusia. Ilmu-ilmu eksakta meliputi antara lain yaitu berbagai ilmu teknik (seperti teknik permesinan kapal, nuklir, perminyakan, metalurgi, gas, petrokimia, informatika, computer, planologi, kelautan, industri, pertambangan, kimia, sipil, mesin, elektro, arsitektur, pertanian, geodesi, geologi, geofisika, dan meteorologi), berbagai ilmu kedokteran (seperti kedokteran gigi, anak, penyakit dalam, penyakit khusus, bedah, kebidanan, bedah mulut, kesehatan masyarakat, keperawatan, kelamin, dan penyakit mata), berbagai ilmu alam (seperti geofisika, bumi, ruang angkasa, dan pesawat), berbagai ilmu matematika (seperti ilmu ukur ruang, ilmu ukur sudut dan aljabar), berbagai ilmu hewan (seperti kedokteran hewan, biologi, lingkungan dan peternakan), berbagai ilmu tumbuh-tumbuhan (seperti pertanian dan kehutanan), berbagai ilmu kimia, ilmu tanah, ilmu komputer, farmasi, agronomi, geografi dan statistik.
Sedangkan ilmu-ilmu sosial hukum-hukumnya relatif tidak sama dalam berbagai ruang dan waktu, dibandingkan ilmu-ilmu eksakta (ilmu pasti) dalam arti selalu ada perubahan yang tergantung pada situasi dan kondisi dan lingkungan, bahkan bisa dipengaruhi dan diatur (rekayasa) oleh manusia. Ilmu-ilmu sosial meliputi antara lain berbagai ilmu administrasi (seperti administrasi pembangunan, Negara, fiskal, niaga, kepegawaian dan perkantoran), berbagai ilmu ekonomi (seperti ekonomi pertanian, mikro, makro, social, akuntansi dan keuangan), berbagai ilmu hukum (seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum adat, hukum islam dan hukum waris), serta disiplin ilmu sosial lainnya seperti ilmu politik, ilmu pemerintahan, ilmu jiwa (psikologi), sosiologi, jurnalistik, perhotelan, kepariwisataan, sejarah, antropologi, arkeologi, komunikasi, manajemen, akuntansi, perpustakaan, hubungan internasional dan ilmu Negara (Inu Kencana Syafi’, 2004:143).

 3.  Jenis – jenis Ilmu pengetahuan dan sifatnya
a. Jenis jenis Ilmu Pengetahuan
Sehubungan dengan adanya berbagai sumber, sifat-sifat, karakter dan susunan ilmu pengatahuan, maka dalam pandangan tentang ilmu pengetahuan itu orang mengutarakan pembagian ilmu pengetahuan (classification). Ini tergantung kepada cara dan tempat para ahli itu meninjaunya. Menurut pembagian klasik, maka ilmu pengetahuan dibedakan atas:
1.      Natural Sciences (kelompok ilmu-ilmu alam)
2.      Social Sciences (kelompok ilmu-ilmu sosial)
Sedang Dr. C. A. Van Peurson membedakan ilmu pengetahuan atas:
1.   Ilmu pengetahuan kemanusiaan
2.   Ilmu pengetahuan alam
3.   Ilmu pengetahuan hayat
4.   Ilmu pengetahuan logic-deduktif

Di dalam Undang-Undang Pokok Pendidikan tentang Perguruan Tinggi Nomor: 22 Tahun 1961 pasal 7 ayat 2-5 di Indonesia mengklasifikasikan ilmu pengetahuan atas empat kelompok sebagai berikut:
1.      Ilmu Agama/Kerohanian, yang meliputi:
1.   Ilmu agama
2.   Ilmu jiwa
2.      Ilmu Kebudayaan, yang meliputi:
1.   Ilmu sastra
2.   Ilmu sejarah
3.   Ilmu pendidikan
4.   Ilmu filsafat
3.      Ilmu Sosial, yang meliputi:
1.   Ilmu hukum
2.   Ilmu ekonomi
3.   Ilmu sosial politik
4.   Ilmu ketatanegaraan dan ketataniagaan
4.      Ilmu Eksakta dan Teknik, yang meliputi:
1.   Ilmu hayat
2.   Ilmu kedokteran
3.   Ilmu farmasi
4.   Ilmu kedokteran hewan
5.   Ilmu pertanian
6.   Ilmu pasti alam
7.   Ilmu teknik
8.   Ilmu geologi
9.   Ilmu oceanografi
Pengklasifikasian ilmu pengetahuan menurut subjek dan objeknya (Burhanuddin Salam, 1983:20-24).
1.      Menurut Subjeknya
1.1. Teoritis
a).  Nomotetis: ilmu yang menetapkan hukum-hukum yang universal berlaku, mempelajari objeknya dalam keabstrakan dan mencoba menemukan unsur-unsur yang selalu terdapat kembali dalam segala pernyataan yang konkrit bilamana dan dimana saja. Misalnya, ilmu alam, ilmu kimia, sosiologi, ilmu hayat.
b)   Ideografis (ide: cita-cita, grafis: lukisan), ilmu yang mempelajari objeknya dalam konkrit menurut tempat dan waktu tertentu, dengan sifat-sifatnya yang menyendiri (unik), misalnya: ilmu sejarah, etnografi (ilmu bangsa-bangsa), sosiografi, dsb.
1.2  Praktis (Applied Science/ Ilmu Terapan): Ilmu yang langsung ditujukan kepada pemakaian atau pengalaman pengetahuan itu, jadi menentukan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu. Maka ini pun diperinci lebih lanjut yaitu:
a)   Normatif, ilmu yang memesankan bagaimanakah kita harus berbuat, membebankan kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan, misalnya: etika (filsafat kesusilaan/ filsafat moral).
b)   Positif (“applied” dalam arti sempit): ilmu yang mengatakan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu, mencapai hasil tertentu, misalnya: ilmu pertanian, ilmu teknik, ilmu kedokteran dan sebagainya.
 2. Menurut Objeknya (terutama objek formalnya atau sudut pandangnya)
2.1 Universal/ umum: meliputi keseluruhan yang ada, seluruh hidup manusia, misalnya: Teologi/agama dan Filsafat.
2.2 Khusus: hanya mengenai salah satu lapangan tertentu dari kehidupan manusia, jadi objek terbatas, hanya ini saja atau itu saja. Inilah yang biasa disebut “ Ilmu Pengetahuan ”. ini diperinci lagi atas:
a)    Ilmu-ilmu alam (natural science, natuurwetenscappen): yang mempelajari barang-barang menurut keadaannya di alam kodrat saja, terlepas dari pengaruh manusia dan mencari hukum-hukum yang mengatur apa yang terjadi di dalam alam, jadi terperinci lagi menurut objeknya, misalnya: ilmu alam, ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu hayat, dsb.
b)   Ilmu pasti (Mathmatics), yang memandang barang-barang, terlepas dari isinya hanya menurut besarnya. Jadi mengadakan abstraksi barang-barang itu. Ilmunya dijabarkan secara logis berpangkal pada beberapa asas-asas dasar (axioma). Misalnya, ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu aljabar,dsb.
c)   Ilmu-ilmu kerohanian/kebudayaan (Geisteswissen-schaf-ten/social-science). Ilmu yang mempelajari hal-hal dimana jiwa manusia memegang peranan yang mementukan. Yang dipandang bukan barang-barang seperti di alam dunia, terlepas dari manusia, melainkan justru sekedar mengalami pengaruh dari manusia. Dan karena manusia berbuat dengan berdasarkan kekuatan jiwanya dan jiwa dalam Bahasa Jerman disebut “Geist”, maka gerombolan ilmu-ilmu yang memandang perbuatan manusia dan hasil-hasil kegiatannya itu disebut “Geisteswissenscaften”. Misalnya: ilmu sejarah, ilmu mendidik, ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu sosiologi, ilmu Bahasa, dsb.
b. Sifat-sifat Ilmu Pengetahuan
Sejarah membuktikan, bahwa dengan metode ilmu, akan membawa manusia kepada kemajuan dalam pengetahuannya. Kemajuan dalam pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmu itu memungkinkan, karena beberapa sifat, atau cirri khas yang dimiliki oleh ilmu. Dalam hal ini, Randall mengemukakan beberapa ciri umum daripada ilmu, di antaranya ialah (Burhanuddin Salam, 1983:23-24):
1.      Hasil ilmu sifatnya akumulatif dan merupakan milik bersama. Artinya, hasil daripada ilmu yang telah lalu dapat dipergunakan untuk penyelidikan dan penemuan hal-hal yang baru, dan tidak menjadi monopoli bagi yang menemukannya saja, setiap orang dapat menggunakan, memanfaatkan hasil penyelidikan atau hasil penemuan orang lain.
2.      Hasil ilmu, kebenarannya tidak mutlak, dan bisa terjadi kekeliruan, karena yang menyelidikinya adalah manusia. Namun yang perlu diketahui, kesalahan-kesalahan itu bukan karena metodenya, melainkan terletak pada manusia yang menggunakan metode tersebut.
3.      Ilmu itu objektif, artinya prosedur cara penggunaan mtode ilmu tidak tergantung kepada yang menggunakannya, tidak tergantung kepada pemahaman secara pribadi. Berbeda dengan prosedur otoritas dan intuisi, yang tergantung kepada pemahaman secara pribadi .
Selanjutnya, Ralph Ross dan Ernest Van den Hagg yang disunting oleh Prof. Drs. Harsojo, mengemukakan ciri-ciri umum daripada ilmu, yaitu:
  1. Bahwa ilmu itu rasional
  2. Bahwa ilmu itu Bersifat empiris
  3. Bahwa ilmu itu Umum
  4. Bahwa ilmu itu Akumulatif
Ilmu dikatakan rasional, karena ilmu merupakan hasil dari proses berpikir dengan menggunakan akal, atau hasil berpikir secara rasional.
Pada umumnya, orang-orang menggolongkan filsafat itu pasti ke dalam ilmu-ilmu pengetahuan. Walaupun filasafat iu muncul sebagai salah satu ilmu pengetahuan, akan tetapi ia mempunyai struktur tersendiri dan tidak dapat begitu saja dianggap sebagai “ilmu pengetahuan”.
Tentu saja sedikit banyak bagi setiap ilmu pengetahuan berlaku, bahwa ilmu itu mempunyai struktur dan karakteristik tersendiri. Studi tentang ilmu kedokteran adalah sesuatu yang berbeda sekali dengan sejarah kesenian, dan ilmu pasti/matematika sesuatu yang berlainan sekali dengan ilmu pendidikan. Akan tetapi untuk filsafat, hal yang “tersendiri” ini berlaku dengan cara yang dasarnya lain (Burhanuddin Salam, 2005:23). 
 4.  Batasan-batasan Pengkajian Ilmu Pengetahuan
Apakah batasan yang merupakan lingkup penelajahan ilmu? Dimanakah ilmu berhenti? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu adalah sederhana: ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari ikhwal surga dan neraka. Sebab ikhwal surga dan neraka berada diluar Jangkauan pengalaman manusia. Ilmu tidak mempelajari sebab musabab terciptanya manusia sebab kejadian itu terjadi diluar jangkauan pengalamann manusia. Baik hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun hal-hal yang terjadi setelah kematian manusia, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.
Ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman kita karena fungsi ilmu sendiri dalam hidup manusia yaitu sebagai alat bantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan pada ilmu, melainkan kepada agama. Sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu (Gerrard Beekman dan  RA.Rifai, 1973:73).
Ilmu membatasi batas penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan pada metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah diuji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya, maka pembuktian metodologis tidak dapat dilakukan.
Ilmu tanpa bimbingan moral agama adalah buta. Kebutaan moral dari ilmu mungkin membawa kemanusiaan ke jurang malapetaka. Contoh penyalahgunaan teknologi nuklir yang  telah merenggut jutaan jiwa.
Ruang penjelajahan keilmuan kemudian kita menjadi “kapling kapling”  berbagai disiplin keilmuan. Kapling ini makin lama makin sempit sesuai dengn perkembangan kuantitatif disiplin keilmuan. Dahulu ilmu dibagi menjadi dua, ilmu alam dan ilmu sosial. Kini telah terdapat lebih dari 650 cabang keilmuan. Oleh karena itu, seorang ilmuwan harus tahu benar batas-batas penjelajahan cabang keilmuan maing-masing.
Mengenai batas-batas kapling ini, disamping menunjukkan kematangan keilmuan dan profesional kita, juga dimaksudkan agar kita mengenal tetangga-tetangga kita. Dengan makin sempitnya  daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan, maka sering sekali diperlukan “pandangan”  dari disiplin-disiplin yang lain. Saling pandang memandang ini  atau pendekatan multi disipliner, membutuhkan pengetahuan tentang tetangga-tetangga yang berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua, dimana disiplin seseorang berhenti dan dimana disiplin orang lain mulai. Tanpa kejelasan batas-batas ini maka pendekatan multi disipliner akan berubah menjadi sengketa kapling.

 
BAB III
PENUTUP
 A.  Simpulan
Ternyata ilmu pengetahuan tidak sesederhana seperti yang kita bayangkan. Sebagai seorang pengguna ilmu pengetahuan kita sering berprasangka bahwa ilmu pengetahuan hanya berkutat pada teori, riset, dan rekayasa perkembangan teknologi Ilmu pengetahuan ternyata merupakan sebuah dunia yang memiliki karakter dasar, prinsip, dan struktur yang kesemuanya itu menentukan arah dan tujuan pemanfaatan ilmu.
Karakter dasar, prinsip dan struktur ilmu pengetahuan dibangun oleh para pendiri sains modern, dimana pada saat itu para pendiri sains modern menyadari bahwa hidup manusia memiliki tujuan yaitu membangun peradaban ummat manusia dan untuk mencapai tujuannya itu manusia membutuhkan alat. Dan alat itu adalah ilmu pengetahuan.
Struktur ilmu pengetahuan dalam filsafat ilmu adalah suatu yang sangat penting karena segi lapis terdalam dari fondasi dunia itu pengetahuan. Ia adalah sebuah ruang tempat diletakkannya “Undang-undang dasar  dunia ilmu pengetahuan”. Disanalah ditetapkannya kearah manakah Sains Modern menuju dan kita sebagai seorang pengguna, sadar atau tidak adalah orang-orang yang sedang bersama-sama bergerak menuju arah yang sudah ditetapkan oleh para pendiri sains modern.

 B.  Saran
Demikianlah pembahasan tentang Struktur Ilmu pengetahuan. Pembahasan ini hanya merunut ba dalam dunia keilmuan,dalam gaimanakah struktur ilmu pengetahuan makalah ini masih banyak kekurangan sehingga  penyaji memohon saran dan kritik pembangun, sebagai alat pacu perbaikan bagi bagi penyaji.

 
DAFTAR PUSTAKA

·                                                                         Ahmad Tafsir (2004),hal.47.
·                                                                         Alex Lanur OFM, 1993, Hakikat Pengatahuan dan Cara KerjaIlmu-Ilmu, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
·                                                                         Beekman,Gerard dan R.A Rivai, 1973, Filsafat Para Filsuf Berfilsafat. Erlangga, Jakarta.
·                                                                         Burhanuddin Salam,2005, Pengantar filsafat, Bumi Aksara, Jakarta.
·                                                                         Gerrard Beekman dan  RA.Rifai, 1973, Filsafat Para Filsuf Berfilsafat, Erlangga, Jakarta.
·                                                                         Inu Kencana Syafi’I, 2004, Pengantar Filsafat, Rafika Aditama, Bandung.
·                                                                         Jalaluddin, 2013, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Rajagrafindo, Depok.
·                                                                         Nurani Soyomukti, 2007, Pengantar Filsafat Umum, Ar-ruzz media,  Yogyakarta
·                                                                         Salam, Burhanuddin, 2005, Pengantar Filsafat, Bumi Aksara, Jakarta.
·                                                                         Suparlan Suhartono, 2005, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Ar-ruzz media Yogyakarta.
·                                                                         Surajiyo, 2008, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Bumi Aksara, Jakarta.
·                                                                         Susanto, 2011,  Filsafat ilmu,  Bumi aksara,  Jakarta.
·                                                                         Syafii,Inu Kencana, 2004, Pengantar Filsafat. Refika Aditama, Bandung.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer